Kamis, 14 Februari 2013
Standar Penilaian dalam Kurikulum 2013
Selasa, 16 Agustus 2011
-
- PROKLAMASI
-
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
- Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
- Atas nama bangsa Indonesia.
-
-
- Soekarno/Hatta
- Soekarno/Hatta
Hakikat Pendidikan
Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki hajar dewantoro mungkin bakal menangis lihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.
Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata : IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral.
Apa sebaiknya hakikat pendidikan? saya setuju dengan kata mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, ini masih harus diterjemahkan lagi dalam tataran strategis/taktis. kata mencerdsakan kehidupan bangsa mempunyai 3 komponen arti yang sangat penting : (1) cerdas (2) hidup (3) bangsa.
(1) tentang cerdas
Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan real. Cerdas bukan berarti hapal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya.
(2) tentang hidup
Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Allah sekaligus ujian dari-Nya. Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Patut dijadikan catatan, bahwa jasad yang hidup belum tentu memiliki ruh yang hidup. Bisa jadi, seseorang masih hidup tapi nurani kehidupannya sudah mati saat dengan snatainya dia menganiaya orang lain, melakukan tindak korupsi, bahkan saat dia membuang sampah sembarangan. Filosofi hidup ini sangat sarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan seorang manusia, memberikannya makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral dan tujuan hidup.
(3) tentang bangsa
Manusia selain sesosok individu, dia juga adalah makhluk sosial. Dia adalah komponen penting dari suatu organisme masyarakat. Sosok individu yang agung, tapi tidak mau menyumbangkan apa-apa apa-apa bagi masyarakatnya, bukanlah yang diajarkan agama maupun pendidikan. Setiap individu punya kewajiban untuk menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat, berusaha meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitarnya, dan juga berperan aktif dalam dinamika masyarakat. Siapakah masyarakat yang dimaksud disini? Saya setuju bahwa masyarakat yang dimaksud adalah identitas bangsa yang menjadi ciri suatu masyarakat. Era globalisasi memang mengaburkan nilai-nilai kebangsaan, karena segala sesuatunya terasa dekat. Saat terjadi perang Irak misalnya, seakan-akan kita bisa melihat Irak di dalam rumah. Tapi masalahnya, apakah kita mampu berperan aktif secara nyata untuk Irak (selain dengan doa ataupun aksi)? Peran aktif kita dituntut untuk masyarakat sekitar...dan siapakah masyarakat sekitar? tidak lain adalah individu sebangsa.
inilah sekelumit tulisan yang saya jadikan pokok pemikiran buat apa itu hakikat pendidikan sebenarnya.
sumber: http://pendidikanindonesia.blogspot.com
Pendidikan Bermutu di tengah Pentas Budaya Instan
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Zaman sudah berubah. Semua orang maunya serba cepat. Jadinya, cenderung mengabaikan proses tapi ingin segera mendapat hasil. Apalagi di negara dengan etos kerja rendah seperti Indonesia. Akibatnya, budaya instan mulai masuk ke setiap kehidupan kita. Hidup di zaman modern seperti sekarang ini segala sesuatu dapat kita dapatkan dengan mudah, praktis dan cepat. Kemajuan teknologi telah memanjakan kita. Mau ngobrol dengan rekan atau saudara yang bermukim di belahan dunia lain, tinggal angkat telepon atau buka internet. Ingin belanja atau makan di restoran tapi malas keluar, tinggal pesan lewat telepon atau beli lewat situs. Mau transaksi —transfer uang, bayar listrik, kartu kredit, beli pulsa— tidak perlu susah-susah ke bank atau ATM. Semua bisa dilakukan lewat handphone. Bagi cewek-cewek yang ingin rambut panjang tidak perlu harus menunggu sampai berbulan-bulan. Cukup tunggu ½ jam saja dengan teknik hair extension, rambut bisa panjang sesuai keinginan.
Maklum, orang makin sibuk. Malas direpotkan dengan hal-hal ribet. Maunya serba instan. Salahkah itu?, selama masih mengikuti hukum alam, serba instan itu sah-sah saja. “Hidup yang baik dan sukses adalah hidup yang sesuai dengan proses alam”. Sampai level tertentu teknologi bisa kita pakai untuk mempercepat hal-hal yang bisa dipercepat sesuai hukum alam. Kemajuan teknologi dan tuntutan zaman, memungkinkan kita mendapatkan sesuatu serba cepat. Tetapi tidak asal cepat. Kualitas harus tetap terjaga. “Padi 100 hari baru panen itu bagus”. Tapi ingat itu ada yang bisa dipercepat. Mestinya, hasilnya harus lebih baik. Jadi, cepat, baik dan bermutu harus berlangsung bersama.
Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Mendapatkan sesuatu dengan mudah membuat orang enggan bersusah payah. Tak mau melewati proses. Alias malas. Yang penting cepat !. Bermutu atau tidak, itu urusan nanti. Berorientasi hanya pada hasil. Proses tidak penting. Parahnya, “virus” itu sudah menyebar ke berbagai aspek kehidupan. Ingin sukses dengan cara instan. Jadilah, banyak orang korupsi, punya gelar palsu, beli skripsi, ijazah aspal, asal lulus, cepat kaya lewat penggandaan uang dan lain sebagainya. Kalau memang berat, membosankan dan ketinggalan zaman mengapa kita harus bermutu? Kalau ada cara cepat yang memberi hasil, mengapa tidak dicoba?. Lebih lanjut, sekarang ini sudah terjadi pergeseran nilai di masyarakat. Orang makin individualis dan cenderung melecehkan hak orang lain. Untuk mengejar kesuksesannya, orang tak ragu-ragu mengorbankan orang lain.
Pendidikan Cenderung Dibisniskan
Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat.
Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, dengan promosi yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas ?. Bahkan ada beberapa PTS di Jakarta yang memainkan range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-pasan yang sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Dalam hal ini semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan pendidikan yang berkualitas. Kopertis, harus bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar dan mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara bertahap di tangan Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan.
Tantangan Lulusan Sarjana di Era Informasi
Ketika para sarjana memadati berbagai arena bursa kerja untuk menawarkan ilmu dan ijazah mereka, iklan-iklan penerimaan mahasiswa baru juga nyaris memenuhi halaman-halaman surat kabar. Dua fenomena tersebut ironis. Promosi Perguruan Tinggi untuk menjaring calon mahasiswa sama "gencarnya" dengan peningkatan pengangguran lulusan. Di sisi lain, perlu diajukan pertanyaan, kualifikasi apakah sebenarnya yang disyaratkan oleh para pencari tenaga kerja lulusan sarjana Perguruan Tinggi ini ?
Jawaban yang diperoleh para peneliti umumnya adalah campuran kualitas personal dan prestasi akademik. Tetapi pencari tenaga kerja tidak pernah mengonkretkan, misalnya, seberapa besar spesialisasi mereka mengharapkan suatu program studi di Perguruan Tinggi. Kualifikasi seperti memiliki kemampuan numerik, problem-solving dan komunikatif sering merupakan prediksi para pengelola Perguruan Tinggi daripada pernyataan eksplisit para pencari tenaga kerja. Hasil survei menunjukkan perubahan keinginan para pencari tenaga kerja tersebut adalah dalam hal kualifikasi lulusan Perguruan Tinggi yang mereka syaratkan.
Tidak setiap persyaratan kualifikasi yang dimuat di iklan lowongan kerja sama penting nilainya bagi para pencari tenaga kerja. Dalam prakteknya, kualifikasi yang dinyatakan sebagai "paling dicari" oleh para pencari tenaga kerja juga tidak selalu menjadi kualifikasi yang "paling menentukan" diterima atau tidaknya seorang lulusan sarjana dalam suatu pekerjaan.
Yang menarik, tiga kualifikasi kategori kompetensi personal, yaitu kejujuran, tanggung jawab, dan inisiatif, menjadi kualifikasi yang paling penting, paling dicari, dan paling menentukan dalam proses rekrutmen. Kompetensi interpersonal, seperti mampu bekerja sama dan fleksibel, dipandang paling dicari dan paling menentukan. Namun, meskipun sering dicantumkan di dalam iklan lowongan kerja, indeks prestasi kumulatif (IPK) sebagai salah satu indikator keunggulan akademik tidak termasuk yang paling penting, paling dicari, ataupun paling menentukan.
Di sisi lain, reputasi institusi Pendidikan Tinggi yang antara lain diukur dengan status akreditasi program studi sama sekali tidak termasuk dalam daftar kualifikasi yang paling penting, paling dicari, ataupun paling menentukan proses rekrutmen lulusan sarjana oleh para pencari tenaga kerja.
Ada kecenderungan para pencari tenaga kerja "mengabaikan" bidang studi lulusan sarjana Dalam sebuah wawancara, seorang kepala HRD sebuah bank di Cirebon menegaskan, kesesuaian kualitas personal dengan sifat-sifat suatu bidang pekerjaan lebih menentukan diterima atau tidaknya seorang lulusan Perguruan Tinggi. Misalnya, posisi sebagai kasir bank menuntut kecepatan, kecekatan, dan ketepatan. Maka, lulusan sarnaja dengan kualitas ini punya peluang besar untuk diterima meskipun latar belakang bidang pendidikannya tidak sesuai. Kepala HRD itu mengatakan, "Saya pernah menerima Sarjana Pertanian dari Bogor sebagai kasir di bank kami dan menolak Sarjana Ekonomi manajemen dari Bandung yang IPK-nya sangat bagus."
Kualifikasi-kualifikasi yang disyaratkan dunia kerja tersebut penting diperhatikan oleh pengelola Perguruan Tinggi untuk mengatasi tidak nyambung-nya antara Perguruan Tinggi dengan dunia kerja dan pengangguran lulusan. Jika pembenahan sistem seleksi mahasiswa baru dimaksudkan untuk menyaring mahasiswa sesuai kompetensi dasarnya, perhatian pada kualifikasi yang dituntut pasar kerja dimaksudkan sebagai patokan proses pengolahan kompetensi dasar tersebut. Untuk itu semua, kerja sama Perguruan Tinggi dan dunia kerja adalah perlu.
sumber : http://www.lpmpdki.web.id
Jumat, 03 Juni 2011
Profil SMKN 1 Lamongan
SMK Negeri 1 Lamongan memliliki luas Tanah 6.750 M2 dan Luas bangunan 4.000 m2. Pada saat ini memiliki 18 rombongan belajar yang terbagi dalam 6 Program keahlian yaitu :
1. Akuntansi
2. Penjualan
3. Administrasi Perkantoran
4. Restoran/Tata Boga
5. Multimedia
6. Akomodasi Perhotelan
7. Broadcasting (TP4)
Jumlah Guru Tetap sebanya 45 orang dan Guru Tidak tepat sebanyak 10 orang. Untuk membatu kelancaran proses belajar mengajar SMK Negeri 1 Lamongan mempunyai 4 orang pegawai tetap dan 9 orang pegawai tidak tetap.
VISI DAN MISI SMK :
Visi :
Menjadikan SMK Negeri 1 Lamongan sebagai SMK Berstandar Internasional
Misi :
1. Menerapkan system manajemen mutu ISO 9001 : 2008;
2. Meningkatkan mutu pembelajaran dan opyimalsisasi sumber daya;
3. Meningkatkan hubungan kerajsama dengan DU/DI dan masyarakat;
4. Menumbuhkan iklim kompetitif dakam pencapaian keunggulan;
5. Mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan yang berorientasi industri masa depan dan kewirausahaan;
Melaksanakan Kegiatan belajar Mengajar yang berorientasi kepada pencapaian kompetensi bersatandar Nasional
3. Mengembangkan dan mengintensifkan hubungan kerjasama antara
sekolah dengan DU/DI yang relevan
3. URAIAN KEBIJAKAN MUTU
TAQWA
Terampil : Dalam ketrampilan teknis dan menerapkan kompetensi sesuai
perkembangan IPTEK yang berwawasan lingkungan hidup
Adil : Menerapkan prinsip Keadilan dan Jujur menuju Dunia Kerja
Quality : Mempynyai Kualitas sesuai dengan kompetensi
Ambisi : Untuk berprestasi
SASARAN MUTU
1. Menyelenggarakan pembelajaran di program keahlian Administrasi
Perkantoran, Akuntansi, Penjualan, Restoran, Multimedia, Akomodasi
Perhotelan, yang memiliki standar kompetensi nasional
2. Minimal 20% dari jumlah tamatan yang bersertifikat kompetensi
nasional sesuai dengan bidang program keahlian terserap pada dunia
kerja yang relevan
3. Minimal 50% tamatan memperoleh skor TOEIC lebih besar atau sama
dengan 450 atau memperoleh nilai ujian nasional bahasa inggris lebih
dari atau sama dengan 7.00
4. Minimal 70% tamatan memperoleh nilai ujian nasional matematika
lebih dari atau sama dengan 6.00
5. Minimal 50% tamatan memperoleh nilai ujian nasional matematika
lebih dari atau sama dengan 6.00
6. Minimal 5% tamatan mampu berwirausaha
7. Melaksanakan sistem manajemen Mutu ISO 9001:2000
FASILITAS:
1. Mushollah
2. Tempat Parkir
3. Lapangan Olah Raga
4. Warnet
5. Perpustakaan
6. Kantin
7. Bank Mini
8. Studio Musik
9. Bursa Kerja Khusus
10.Foto Copy
LABORATORIUM
1. Laboratorium Multimedia 1
2. Laboratorium Multimedia 2
3. Laboratorium KKPI
4. Laboratorium Fotografi
5. Laboratorium Restoran
6. Laboratorium Perhotelan
7. Laboratorium Akuntansi
8. Laboratorium Administrasi Perkantoran
9. Laboratorium Penjualan
10.Laboratorium Bahasa Inggris
EKSTRAKURIKULER :
1. Pramuka
2. Pecinta Alam
3. Teater
4. Palang Merah Remaja
5. Majelis Kajian Islam
6. Bela Diri
7. Olah raga
PRESTASI YANG PERNAH DIRAIH :
1. JUARA I LOMBA KARYA TULIS PERKOPERASIAN TINGKAT SLTA HARI
KOPERASI KE 58 TAHUN2005
2. JUARA I LOMBA K3L SMA / SMK / MA HUT KE 60 KEMERDEKAAN RI
KABUPATEN LAMONGAN
3. JUARA I LOMBA OLIMPIADE SAINS SMA / SMK / MA KABUPATEN
LAMONGAN TAHUN 2006 BIDANG EKONOMI
4. JUARA I TINGKAT WIRA “PERTOLONGAN PERTAMA PUTRI” DALAM GEMA
INVITASI DAN KRESI PMR 2 (GITA PRAJA II) PMR UNIT SMA NEGERI I
LAMONGAN TAHUN 2006
5. JUARA I PERAWATAN KELUARGA PUTRI GEMA INVITASI DAN KREASI
PMR 2 (GITA PRAJA II) PMR UNIT SMA NEGERI 1 LAMONGAN TAHUN
2006
6. JUAR I BONGKAR PASANG TANDU PUTRI DALAM GEMA INVITASI DAN
KREASI PMR 2 (GITA PRAJA II) PMR UNIT SMA NEGERI 1 LAMONGAN
TAHUN 2006
7. TROPY DINAS KESEHATAN KABUATEN LAMONGAN JUARA II PERAWATAN
KELUARGA PMR TINGKAT WIRA PADA GITA PRAJA III SMAN 1
LAMONGAN
8. 1ST WINER “NEWS READING” IN ENG. CONTEST SMK LAMONGAN
9. JUARA I LOMBA K3L TINGKAT SMA HUT RI Ke 62 TH 2007 KAB.
LAMONGAN
10. JUARA I KEBERSIHAN TENDA PMR TINGKAT WIRA PADA GITA PRAJA III
DI SMAN 1 LAMONGAN 24-25 JANUARI 2007
Sabtu, 14 Mei 2011
Pendidikan Karekter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa
Tanggal 2 mei tahun 2011 ini Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) diperingati secara nasional oleh bangsa Indonesia. Kabupaten Kuantan Singingi menempatkan lokasi upacara peringatan Hardiknas tahun 2011 ini di Lapangan Alon-alon kota Lamongan dan bertindak sebagai Pembina Upacara Bupati Lamongan, H. Fadeli. Kegiatan ini dihadiri langsung oleh perwakilan beberapa unsure antara lain Kepala Dinas/ Badan, DPRD, PNS dilingkungan Pemda Lamonga, Guru, Tokoh Pendidikan Lamongan, Anggota TNI dan POLRI, Perguruan Tinggi, siswa dan sebagainya.
Dalam Sambutan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang dibacakan langsung oleh Bupati Lamongan H. Fadeli antara lain mengungkapkan bahwa tantangan global dan internal yang sedang dihadapi, yang mengharuskan kita semua untuk lebih memperkuat jati diri, identitas dan karakter sebagai bangsa
Indonesia. Bangsa yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumberdaya alam dan manusia (bonus demografi) yang luar biasabesarnya. Demikian juga kesempatan yang sangat terbuka untuk menjadi bangsa dan negara yang besar, maju, demokratis dan sejahtera. Oleh karena itu, dengan optimisme yang kuat, kerja keras dan cerdas serta semangat kebersamaan, Insya Allah cita-cita mulia itu bisa kita wujudkan.
Disinilah mengapa pendidikan berbasis karakter dengan segala dimensi dan variasinya menjadi penting dan mutlak. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya karakter berbasis kemuliaan diri semata, akan tetapi secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya kesantunan, tetapi secara bersamaan kita bangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi.Karakter yang bertumpu pada kecintaan dan kebanggaan terhadap Bangsa dan Negara dengan Pancasila, UUD NKRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pilarnya.Itulah alasan mengapa tema Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 ini adalah Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan Subtema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti. Tema ini mengingatkan kembali kepada kita semua tentang hakikat pendidikan yang telah ditekankan oleh Bapak Pendidikan Nasional kitayaitu Ki Hajar Dewantoro yang hari ini kita peringati hari kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional. Pendidikan, kata Ki Hajar Dewantoro adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin,karakter), pikiran (intellect) dan jasmani anak didik.
Upacara peringatan Hardiknas tahun 2011 di lapangan Alon-alon kota Lamongan terasa sederhana namun tetap khidmat serta diikuti serius oleh seluruh peserta hingga upacara selesai
Peringatan HARDIKNAS DI SMKN 1 Lamongan
Baru saja kita melewati suatu peringatan hari bersejarah yaitu Hari pendidikan Nasional, dalam hari-hari bersejarah itu kita sebagai pelajar pasti tidak akan mau melewati peringatan-peringatan bersejarah itu.
Seperti para siswa-siswa SMKN 1 Lamongan kemarin yang memperingati Hari Pendidikan Nasional dengan suatu kegiatan-kegiatan yang disusun dengan rapi, menyenangkan dan yang pasti mengandung manfaat-manfatat tersendiri.
Kegiatan peringatan Hari Pendidikan Nasional itu pertama dimulai dengan upacara peringatan HARDIKNAS, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pameran tiap jurusan. Dalam kegiatan pameran itu tiap jurusan dihimbau agar berlomba-lomba untuk menghiasi standnya masing-masing sebagus mungkin, dalam pameran itu para peserta dihimbau untuk memperlihatkan kompetensi yang dimiliki tiap-tiap jurusan.
Semua kegiatan yang di rancang dan disusun sedemikian rupa itu tidak lain agar para siswa SMKN 1 Lamongan dapat menghargai dan mendapatkan suatu pembelajaran yang bermanfaat dalam kegiatan itu.
-
- PROKLAMASI
-
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
- Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
- Atas nama bangsa Indonesia.
-
-
- Soekarno/Hatta
- Soekarno/Hatta
Apa sih hakikat pendidikan? Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh institusi pendidikan?
Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki hajar dewantoro mungkin bakal menangis lihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.
Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata : IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral.
Apa sebaiknya hakikat pendidikan? saya setuju dengan kata mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, ini masih harus diterjemahkan lagi dalam tataran strategis/taktis. kata mencerdsakan kehidupan bangsa mempunyai 3 komponen arti yang sangat penting : (1) cerdas (2) hidup (3) bangsa.
(1) tentang cerdas
Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan real. Cerdas bukan berarti hapal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya.
(2) tentang hidup
Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Allah sekaligus ujian dari-Nya. Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Patut dijadikan catatan, bahwa jasad yang hidup belum tentu memiliki ruh yang hidup. Bisa jadi, seseorang masih hidup tapi nurani kehidupannya sudah mati saat dengan snatainya dia menganiaya orang lain, melakukan tindak korupsi, bahkan saat dia membuang sampah sembarangan. Filosofi hidup ini sangat sarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat kehidupan seseorang, memanusiakan seorang manusia, memberikannya makanan kehidupan berupa semangat, nilai moral dan tujuan hidup.
(3) tentang bangsa
Manusia selain sesosok individu, dia juga adalah makhluk sosial. Dia adalah komponen penting dari suatu organisme masyarakat. Sosok individu yang agung, tapi tidak mau menyumbangkan apa-apa apa-apa bagi masyarakatnya, bukanlah yang diajarkan agama maupun pendidikan. Setiap individu punya kewajiban untuk menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat, berusaha meningkatkan derajat kemuliaan masyarakat sekitarnya, dan juga berperan aktif dalam dinamika masyarakat. Siapakah masyarakat yang dimaksud disini? Saya setuju bahwa masyarakat yang dimaksud adalah identitas bangsa yang menjadi ciri suatu masyarakat. Era globalisasi memang mengaburkan nilai-nilai kebangsaan, karena segala sesuatunya terasa dekat. Saat terjadi perang Irak misalnya, seakan-akan kita bisa melihat Irak di dalam rumah. Tapi masalahnya, apakah kita mampu berperan aktif secara nyata untuk Irak (selain dengan doa ataupun aksi)? Peran aktif kita dituntut untuk masyarakat sekitar...dan siapakah masyarakat sekitar? tidak lain adalah individu sebangsa.
inilah sekelumit tulisan yang saya jadikan pokok pemikiran buat apa itu hakikat pendidikan sebenarnya.
sumber: http://pendidikanindonesia.blogspot.com
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Zaman sudah berubah. Semua orang maunya serba cepat. Jadinya, cenderung mengabaikan proses tapi ingin segera mendapat hasil. Apalagi di negara dengan etos kerja rendah seperti Indonesia. Akibatnya, budaya instan mulai masuk ke setiap kehidupan kita. Hidup di zaman modern seperti sekarang ini segala sesuatu dapat kita dapatkan dengan mudah, praktis dan cepat. Kemajuan teknologi telah memanjakan kita. Mau ngobrol dengan rekan atau saudara yang bermukim di belahan dunia lain, tinggal angkat telepon atau buka internet. Ingin belanja atau makan di restoran tapi malas keluar, tinggal pesan lewat telepon atau beli lewat situs. Mau transaksi —transfer uang, bayar listrik, kartu kredit, beli pulsa— tidak perlu susah-susah ke bank atau ATM. Semua bisa dilakukan lewat handphone. Bagi cewek-cewek yang ingin rambut panjang tidak perlu harus menunggu sampai berbulan-bulan. Cukup tunggu ½ jam saja dengan teknik hair extension, rambut bisa panjang sesuai keinginan.
Maklum, orang makin sibuk. Malas direpotkan dengan hal-hal ribet. Maunya serba instan. Salahkah itu?, selama masih mengikuti hukum alam, serba instan itu sah-sah saja. “Hidup yang baik dan sukses adalah hidup yang sesuai dengan proses alam”. Sampai level tertentu teknologi bisa kita pakai untuk mempercepat hal-hal yang bisa dipercepat sesuai hukum alam. Kemajuan teknologi dan tuntutan zaman, memungkinkan kita mendapatkan sesuatu serba cepat. Tetapi tidak asal cepat. Kualitas harus tetap terjaga. “Padi 100 hari baru panen itu bagus”. Tapi ingat itu ada yang bisa dipercepat. Mestinya, hasilnya harus lebih baik. Jadi, cepat, baik dan bermutu harus berlangsung bersama.
Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya. Mendapatkan sesuatu dengan mudah membuat orang enggan bersusah payah. Tak mau melewati proses. Alias malas. Yang penting cepat !. Bermutu atau tidak, itu urusan nanti. Berorientasi hanya pada hasil. Proses tidak penting. Parahnya, “virus” itu sudah menyebar ke berbagai aspek kehidupan. Ingin sukses dengan cara instan. Jadilah, banyak orang korupsi, punya gelar palsu, beli skripsi, ijazah aspal, asal lulus, cepat kaya lewat penggandaan uang dan lain sebagainya. Kalau memang berat, membosankan dan ketinggalan zaman mengapa kita harus bermutu? Kalau ada cara cepat yang memberi hasil, mengapa tidak dicoba?. Lebih lanjut, sekarang ini sudah terjadi pergeseran nilai di masyarakat. Orang makin individualis dan cenderung melecehkan hak orang lain. Untuk mengejar kesuksesannya, orang tak ragu-ragu mengorbankan orang lain.
Pendidikan Cenderung Dibisniskan
Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat.
Produk lulusan perguruan tinggi yang proses pendidikannya asal-asalan dan bahkan akal-akalan, juga cenderung menghalalkan segala cara untuk merekrut calon mahasiswa sebanyak-banyaknya, dengan promosi yang terkadang menjebak dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Apakah ini gambaran pendidikan berkualitas ?. Bahkan ada beberapa PTS di Jakarta yang memainkan range nilai untuk meluluskan mahasiswanya, karena mereka takut, ketika selesai ujian akhir (UTS/UAS) banyak mahasiswanya yang tidak lulus alias IP/IPK nasakom. Sehingga mereka lulus dengan angka pas-pasan yang sebenarnya mahasiswa tersebut tidak lulus. Dalam hal ini semua pihak harus melakukan introspeksi untuk bisa memberi pelayanan pendidikan yang berkualitas. Kopertis, harus bersikap tegas menindak Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang melanggar dan mensosialisasikan aturan yang tak boleh dilanggar oleh PTS. Pengelola perguruan tinggi juga harus menghentikan semua langkah yang melanggar aturan. Kunci pengawasan itu ada secara bertahap di tangan Ketua Program Studi, Direktur, Dekan, Rektor dan Ketua Yayasan.
Tantangan Lulusan Sarjana di Era Informasi
Ketika para sarjana memadati berbagai arena bursa kerja untuk menawarkan ilmu dan ijazah mereka, iklan-iklan penerimaan mahasiswa baru juga nyaris memenuhi halaman-halaman surat kabar. Dua fenomena tersebut ironis. Promosi Perguruan Tinggi untuk menjaring calon mahasiswa sama "gencarnya" dengan peningkatan pengangguran lulusan. Di sisi lain, perlu diajukan pertanyaan, kualifikasi apakah sebenarnya yang disyaratkan oleh para pencari tenaga kerja lulusan sarjana Perguruan Tinggi ini ?
Jawaban yang diperoleh para peneliti umumnya adalah campuran kualitas personal dan prestasi akademik. Tetapi pencari tenaga kerja tidak pernah mengonkretkan, misalnya, seberapa besar spesialisasi mereka mengharapkan suatu program studi di Perguruan Tinggi. Kualifikasi seperti memiliki kemampuan numerik, problem-solving dan komunikatif sering merupakan prediksi para pengelola Perguruan Tinggi daripada pernyataan eksplisit para pencari tenaga kerja. Hasil survei menunjukkan perubahan keinginan para pencari tenaga kerja tersebut adalah dalam hal kualifikasi lulusan Perguruan Tinggi yang mereka syaratkan.
Tidak setiap persyaratan kualifikasi yang dimuat di iklan lowongan kerja sama penting nilainya bagi para pencari tenaga kerja. Dalam prakteknya, kualifikasi yang dinyatakan sebagai "paling dicari" oleh para pencari tenaga kerja juga tidak selalu menjadi kualifikasi yang "paling menentukan" diterima atau tidaknya seorang lulusan sarjana dalam suatu pekerjaan.
Yang menarik, tiga kualifikasi kategori kompetensi personal, yaitu kejujuran, tanggung jawab, dan inisiatif, menjadi kualifikasi yang paling penting, paling dicari, dan paling menentukan dalam proses rekrutmen. Kompetensi interpersonal, seperti mampu bekerja sama dan fleksibel, dipandang paling dicari dan paling menentukan. Namun, meskipun sering dicantumkan di dalam iklan lowongan kerja, indeks prestasi kumulatif (IPK) sebagai salah satu indikator keunggulan akademik tidak termasuk yang paling penting, paling dicari, ataupun paling menentukan.
Di sisi lain, reputasi institusi Pendidikan Tinggi yang antara lain diukur dengan status akreditasi program studi sama sekali tidak termasuk dalam daftar kualifikasi yang paling penting, paling dicari, ataupun paling menentukan proses rekrutmen lulusan sarjana oleh para pencari tenaga kerja.
Ada kecenderungan para pencari tenaga kerja "mengabaikan" bidang studi lulusan sarjana Dalam sebuah wawancara, seorang kepala HRD sebuah bank di Cirebon menegaskan, kesesuaian kualitas personal dengan sifat-sifat suatu bidang pekerjaan lebih menentukan diterima atau tidaknya seorang lulusan Perguruan Tinggi. Misalnya, posisi sebagai kasir bank menuntut kecepatan, kecekatan, dan ketepatan. Maka, lulusan sarnaja dengan kualitas ini punya peluang besar untuk diterima meskipun latar belakang bidang pendidikannya tidak sesuai. Kepala HRD itu mengatakan, "Saya pernah menerima Sarjana Pertanian dari Bogor sebagai kasir di bank kami dan menolak Sarjana Ekonomi manajemen dari Bandung yang IPK-nya sangat bagus."
Kualifikasi-kualifikasi yang disyaratkan dunia kerja tersebut penting diperhatikan oleh pengelola Perguruan Tinggi untuk mengatasi tidak nyambung-nya antara Perguruan Tinggi dengan dunia kerja dan pengangguran lulusan. Jika pembenahan sistem seleksi mahasiswa baru dimaksudkan untuk menyaring mahasiswa sesuai kompetensi dasarnya, perhatian pada kualifikasi yang dituntut pasar kerja dimaksudkan sebagai patokan proses pengolahan kompetensi dasar tersebut. Untuk itu semua, kerja sama Perguruan Tinggi dan dunia kerja adalah perlu.
sumber : http://www.lpmpdki.web.id
SMK Negeri 1 Lamongan memliliki luas Tanah 6.750 M2 dan Luas bangunan 4.000 m2. Pada saat ini memiliki 18 rombongan belajar yang terbagi dalam 6 Program keahlian yaitu :
1. Akuntansi
2. Penjualan
3. Administrasi Perkantoran
4. Restoran/Tata Boga
5. Multimedia
6. Akomodasi Perhotelan
7. Broadcasting (TP4)
Jumlah Guru Tetap sebanya 45 orang dan Guru Tidak tepat sebanyak 10 orang. Untuk membatu kelancaran proses belajar mengajar SMK Negeri 1 Lamongan mempunyai 4 orang pegawai tetap dan 9 orang pegawai tidak tetap.
VISI DAN MISI SMK :
Visi :
Menjadikan SMK Negeri 1 Lamongan sebagai SMK Berstandar Internasional
Misi :
1. Menerapkan system manajemen mutu ISO 9001 : 2008;
2. Meningkatkan mutu pembelajaran dan opyimalsisasi sumber daya;
3. Meningkatkan hubungan kerajsama dengan DU/DI dan masyarakat;
4. Menumbuhkan iklim kompetitif dakam pencapaian keunggulan;
5. Mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan yang berorientasi industri masa depan dan kewirausahaan;
Melaksanakan Kegiatan belajar Mengajar yang berorientasi kepada pencapaian kompetensi bersatandar Nasional
3. Mengembangkan dan mengintensifkan hubungan kerjasama antara
sekolah dengan DU/DI yang relevan
3. URAIAN KEBIJAKAN MUTU
TAQWA
Terampil : Dalam ketrampilan teknis dan menerapkan kompetensi sesuai
perkembangan IPTEK yang berwawasan lingkungan hidup
Adil : Menerapkan prinsip Keadilan dan Jujur menuju Dunia Kerja
Quality : Mempynyai Kualitas sesuai dengan kompetensi
Ambisi : Untuk berprestasi
SASARAN MUTU
1. Menyelenggarakan pembelajaran di program keahlian Administrasi
Perkantoran, Akuntansi, Penjualan, Restoran, Multimedia, Akomodasi
Perhotelan, yang memiliki standar kompetensi nasional
2. Minimal 20% dari jumlah tamatan yang bersertifikat kompetensi
nasional sesuai dengan bidang program keahlian terserap pada dunia
kerja yang relevan
3. Minimal 50% tamatan memperoleh skor TOEIC lebih besar atau sama
dengan 450 atau memperoleh nilai ujian nasional bahasa inggris lebih
dari atau sama dengan 7.00
4. Minimal 70% tamatan memperoleh nilai ujian nasional matematika
lebih dari atau sama dengan 6.00
5. Minimal 50% tamatan memperoleh nilai ujian nasional matematika
lebih dari atau sama dengan 6.00
6. Minimal 5% tamatan mampu berwirausaha
7. Melaksanakan sistem manajemen Mutu ISO 9001:2000
FASILITAS:
1. Mushollah
2. Tempat Parkir
3. Lapangan Olah Raga
4. Warnet
5. Perpustakaan
6. Kantin
7. Bank Mini
8. Studio Musik
9. Bursa Kerja Khusus
10.Foto Copy
LABORATORIUM
1. Laboratorium Multimedia 1
2. Laboratorium Multimedia 2
3. Laboratorium KKPI
4. Laboratorium Fotografi
5. Laboratorium Restoran
6. Laboratorium Perhotelan
7. Laboratorium Akuntansi
8. Laboratorium Administrasi Perkantoran
9. Laboratorium Penjualan
10.Laboratorium Bahasa Inggris
EKSTRAKURIKULER :
1. Pramuka
2. Pecinta Alam
3. Teater
4. Palang Merah Remaja
5. Majelis Kajian Islam
6. Bela Diri
7. Olah raga
PRESTASI YANG PERNAH DIRAIH :
1. JUARA I LOMBA KARYA TULIS PERKOPERASIAN TINGKAT SLTA HARI
KOPERASI KE 58 TAHUN2005
2. JUARA I LOMBA K3L SMA / SMK / MA HUT KE 60 KEMERDEKAAN RI
KABUPATEN LAMONGAN
3. JUARA I LOMBA OLIMPIADE SAINS SMA / SMK / MA KABUPATEN
LAMONGAN TAHUN 2006 BIDANG EKONOMI
4. JUARA I TINGKAT WIRA “PERTOLONGAN PERTAMA PUTRI” DALAM GEMA
INVITASI DAN KRESI PMR 2 (GITA PRAJA II) PMR UNIT SMA NEGERI I
LAMONGAN TAHUN 2006
5. JUARA I PERAWATAN KELUARGA PUTRI GEMA INVITASI DAN KREASI
PMR 2 (GITA PRAJA II) PMR UNIT SMA NEGERI 1 LAMONGAN TAHUN
2006
6. JUAR I BONGKAR PASANG TANDU PUTRI DALAM GEMA INVITASI DAN
KREASI PMR 2 (GITA PRAJA II) PMR UNIT SMA NEGERI 1 LAMONGAN
TAHUN 2006
7. TROPY DINAS KESEHATAN KABUATEN LAMONGAN JUARA II PERAWATAN
KELUARGA PMR TINGKAT WIRA PADA GITA PRAJA III SMAN 1
LAMONGAN
8. 1ST WINER “NEWS READING” IN ENG. CONTEST SMK LAMONGAN
9. JUARA I LOMBA K3L TINGKAT SMA HUT RI Ke 62 TH 2007 KAB.
LAMONGAN
10. JUARA I KEBERSIHAN TENDA PMR TINGKAT WIRA PADA GITA PRAJA III
DI SMAN 1 LAMONGAN 24-25 JANUARI 2007
Tanggal 2 mei tahun 2011 ini Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) diperingati secara nasional oleh bangsa Indonesia. Kabupaten Kuantan Singingi menempatkan lokasi upacara peringatan Hardiknas tahun 2011 ini di Lapangan Alon-alon kota Lamongan dan bertindak sebagai Pembina Upacara Bupati Lamongan, H. Fadeli. Kegiatan ini dihadiri langsung oleh perwakilan beberapa unsure antara lain Kepala Dinas/ Badan, DPRD, PNS dilingkungan Pemda Lamonga, Guru, Tokoh Pendidikan Lamongan, Anggota TNI dan POLRI, Perguruan Tinggi, siswa dan sebagainya.
Dalam Sambutan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang dibacakan langsung oleh Bupati Lamongan H. Fadeli antara lain mengungkapkan bahwa tantangan global dan internal yang sedang dihadapi, yang mengharuskan kita semua untuk lebih memperkuat jati diri, identitas dan karakter sebagai bangsa
Indonesia. Bangsa yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumberdaya alam dan manusia (bonus demografi) yang luar biasabesarnya. Demikian juga kesempatan yang sangat terbuka untuk menjadi bangsa dan negara yang besar, maju, demokratis dan sejahtera. Oleh karena itu, dengan optimisme yang kuat, kerja keras dan cerdas serta semangat kebersamaan, Insya Allah cita-cita mulia itu bisa kita wujudkan.
Disinilah mengapa pendidikan berbasis karakter dengan segala dimensi dan variasinya menjadi penting dan mutlak. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya karakter berbasis kemuliaan diri semata, akan tetapi secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa. Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya kesantunan, tetapi secara bersamaan kita bangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi.Karakter yang bertumpu pada kecintaan dan kebanggaan terhadap Bangsa dan Negara dengan Pancasila, UUD NKRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pilarnya.Itulah alasan mengapa tema Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 ini adalah Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan Subtema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti. Tema ini mengingatkan kembali kepada kita semua tentang hakikat pendidikan yang telah ditekankan oleh Bapak Pendidikan Nasional kitayaitu Ki Hajar Dewantoro yang hari ini kita peringati hari kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional. Pendidikan, kata Ki Hajar Dewantoro adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin,karakter), pikiran (intellect) dan jasmani anak didik.
Upacara peringatan Hardiknas tahun 2011 di lapangan Alon-alon kota Lamongan terasa sederhana namun tetap khidmat serta diikuti serius oleh seluruh peserta hingga upacara selesai
Baru saja kita melewati suatu peringatan hari bersejarah yaitu Hari pendidikan Nasional, dalam hari-hari bersejarah itu kita sebagai pelajar pasti tidak akan mau melewati peringatan-peringatan bersejarah itu.
Seperti para siswa-siswa SMKN 1 Lamongan kemarin yang memperingati Hari Pendidikan Nasional dengan suatu kegiatan-kegiatan yang disusun dengan rapi, menyenangkan dan yang pasti mengandung manfaat-manfatat tersendiri.
Kegiatan peringatan Hari Pendidikan Nasional itu pertama dimulai dengan upacara peringatan HARDIKNAS, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pameran tiap jurusan. Dalam kegiatan pameran itu tiap jurusan dihimbau agar berlomba-lomba untuk menghiasi standnya masing-masing sebagus mungkin, dalam pameran itu para peserta dihimbau untuk memperlihatkan kompetensi yang dimiliki tiap-tiap jurusan.
Semua kegiatan yang di rancang dan disusun sedemikian rupa itu tidak lain agar para siswa SMKN 1 Lamongan dapat menghargai dan mendapatkan suatu pembelajaran yang bermanfaat dalam kegiatan itu.